Kondisi
alam di bumi ini semakin memprihatinkan. Di saat memperingati Hari Bumi yang
jatuh setiap 22 April ini pun, berbagai pihak menghimbau dan mengadakan aksi
untuk menyelamatkan bumi dari kerusakan lebih lanjut. Dimana telah
mengakibatkan berbagai bencana alam seperti banjir, longsor, kekeringan (krisis
air), tsunami dan sebagainya.
Menurut laporan
Federasi Palang Merah Internasional (IFRC) (12/12/2007), sebagian besar bencana
alam yang terjadi di dunia sepanjang 2007 merupakan dampak dari pemanasan global.
Setiap tahun, jumlah bencana alam naik hampir 20 persen dari tahun sebelumnya.
Hingga 10 Oktober 2007, Federasi telah mencatat ada 410 bencana dan 56 persen
dari jumlah itu disebabkan oleh perubahan cuaca atau iklim.
Pada
2006, IFRC mencatat 427 bencana alam. Angka tersebut meningkat sebesar 70
persen dalam dua tahun sejak 2004. Selama 10 tahun terakhir, jumlah bencana
alam meningkat 40 persen dari dekade sebelumnya. Sedangkan angka kematian yang
disebabkan oleh bencana alam meningkat dua kali lipat menjadi 1,2 juta orang
dari 600.000 pada dekade sebelumnya. Jumlah korban bencana alam juga meningkat
setiap tahun. Tahun 2007, 270 juta orang menjadi korban bencana alam sedangkan
tahun sebelumnya 230 orang (Suara Pembaruan, 2007).
Di
Indonesia sendiri telah berulang kali terjadi bencana banjir, longsor, banjir
pasang naik, gempa, tsunami, bahkan beberapa saat lalu telah terjadi musibah
jebolnya tanggul Situ Gintung di Tangerang, Banten akibat tidak kuat menahan
tekanan air hujan yang tertampung.
Menurut
laporan Walhi, antara tahun 2006-2008, di Indonesiasedikitnya telah
terjadi 840 peristiwa bencana alam. Sedang periode sebelumnya, antara 1998
hingga 2003 tercatat sebanyak 647 bencana. Data bencana dari Bakornas
Penanggulangan Bencana antara tahun 2003-2005 tercatat terjadi 1.429 bencana.
Artinya, antara 1998 hingga 2008 terdapat indikasi peningkatan peristiwa
bencana.
Di Sumatera
Selatan (Sumsel) saja, sepanjang tahun 2008 telah terjadi 30 kali bencana alam,
antara lain bencana banjir, angin puting beliung, tanah longsor, serta
kebakaran rumah warga maupun lahan. Bencana alam banjir sebanyak tiga kali
terjadi antara lain di Kabupaten Musi Rawas, Ogan Komering Ilir dan Kabupaten
Ogan Ilir. Sedangkan tahun 2009 hingga saat ini telah terjadi bencana alam
sebanyak enam kali, antara lain banjir di Kabupaten Ogan Ilir termasuk di
wilayah Kota Palembang (Regional Roll, 2009).
Tak ayal penyerapan dana bencana alam pun meningkat. Di awal 2009 sekarang saja, dana bencana alam di Departemen Sosial tahun 2009 sudah terserap sebanyak Rp 300 milliar dari Rp 400 miliar yang dianggarkan. Artinya yang tersisa pada Februari 2009 hanya Rp 100 milliar.
Tak ayal penyerapan dana bencana alam pun meningkat. Di awal 2009 sekarang saja, dana bencana alam di Departemen Sosial tahun 2009 sudah terserap sebanyak Rp 300 milliar dari Rp 400 miliar yang dianggarkan. Artinya yang tersisa pada Februari 2009 hanya Rp 100 milliar.
Berbagai
bencana alam sebagai fenomena pemanasan global tersebut menurut peneliti yang
juga dosen senior dari Fakultas Kehutanan UGM Ir San Afri Awang M.Sc (2008)
merupakan dampak dari degradasi hutan. Bahkan dikawatirkan jika degradasi dan
deforestasi hutan terus berlanjut sekiranya 20% pulau di wilayah Indonesia akan
tenggelam seiring dengan naiknya suhu dan cuaca sekitar dua derajat celcius
akibat pemanasan global.
Demikian
juga krisis air yang telah terjadi saat ini akan semakin parah. Menurut Hidayat
Pawitan, Profesor Hidrologi Sumber Daya Air dari Institut Pertanian Bogor (IPB)
(Kapanlagi.com, 2009), ketersediaan air permukaan di Pulau Jawa dan Bali sudah
berada pada titik kritis, dengan perbandingan tingkat penggunaan dan
ketersediaan air lebih dari 50%.
Berdasarkan
neraca penggunaan air nasional sudah lebih dari 50 persen indeksnya, ini sudah
kritis. Indeks ketersediaan air yang aman kurang dari 30%. Saat ini
ketersediaan air di Jawa dan Bali sekitar 126.451 juta meter kubik dengan total
kebutuhan air 65.840 juta meter kubik, dimana 80% di antaranya digunakan untuk
keperluan irigasi.
Hal itu
terjadi karena Pulau Jawa dan Bali telah mengalami perubahan signifikan dalam
aspek sosio-ekonomi, lingkungan, klimatologi serta hidrologi yang secara
langsung mempengaruhi ketersediaan air permukaan. Kebutuhan air di kawasan itu
semakin meningkat, seiring pertumbuhan populasi dan peningkatan polusi,
sementara kemampuan lahan untuk menahan dan menyimpan air makin rendah, akibat
deforestasi dan kerusakan lahan.
Deforestasi
dan kerusakan lahan telah meningkatkan koefisien limpasan (perbandingan antara
volume limpasan dan volume curah hujan), dan menurunkan kemampuan tanah menahan
air hujan.
Koefisien
limpasan pada kawasan yang hutan alamnya masih bagus di bawah 0,1%, kalau
sebagian hutan sudah dikonversi menjadi sawah koefisien limpasan biasanya
bertambah menjadi 30%, dan kalau dikonversi menjadi ruko bisa mencapai 90%,
sedikit sekali air yang tertahan.
Konservasi
Untuk
menekan dampak deforestasi, menurut Hidayat Pawitan, pemerintah
mesti mengembangkan upaya pelestarian sumberdaya air secara berkelanjutan
melalui kegiatan konservasi. Yaitu dimulai dengan konservasi tanah serta
rehabilitasi lahan dan hutan, dengan model yang dibuat berdasarkan kondisi awal
dari kawasan tersebut.
Tentunya
penting juga penegakan hukum terhadap pelaku penebangan ilegal ((illegal
logging) untuk mencegah perusakan hutan lebih lanjut. Maraknya penebangan
ilegal telah memperparah degradasi dan deforestasi hutan yang sekarang
sudah mencapai 59 juta ha dengan laju degradasi tahun2000-2007 seluas 1,18 juta
ha/tahun.
Sejak
tahun 1999, menurut San Afri Awang, perambahan hutan ilegal itu marak terjadi
sebagai akibat belum diterapkannya tata kelola hutan yang baik dan sesuai
menurut kaidah ilmu pengetahuan kehutanan. Kaidah utama tersebut adalah
tindakan penataan kawasan hutan menjadi unit-unit manajemen terkontrol. Namun
selama ini lebih dari 30 tahun, unit manajemen hutan tropis di luar Jawa tidak
diterapkan.
Perusahaan
swasta yang mendapat ijin pemerintah hanya menjalankan rencana eksploitasi dan
menyerahkan regenerasi tanaman pada alam, perusahaan tidak membangun unit
manajemen hutan lestari. Perusahaan swasta ini sebagian besar tidak peduli
dengan kelestarian hutan, sementara pengawasan atas eksploitasi hutan dari
pemerintah sangat lemah dan tidak sistematis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar